Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak kepemimpinan Presiden Habibie yang memimpin pemerintahan transisi sejak Presiden Soeharto “lengser” dari kekuasaan pada bulan Mei 1998. Padamasa kepemimpinannya, Presiden Habibie bersama DPR kala itu, merumuskan dua keputusan politik penting, yang di kemudian harimenjadi sumber inspirasi bagi hadirnya kebebasan, keadilan dan demokrasi dalamtatananmanajemen pemeri ntahan, sekaligusmenghadirkan paradigma baru dalampolitik dan pemeri ntahan. Dua keputusan politik dimaksud, yakni diterbitkannya Undang-undang Nomor 22/ 1999, yang sekarang diperbaharui dengan Undangundang Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah,dan Undang-undang Nomor 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat DenganDaerah.
Disadari atau tidak, serentak setelah hadirnya ke duaUndang-undang tersebut melahirkan konsekuensi konsekuensi baru, baik secara politis maupun secara administrasi, khususnya dalam pengelolaan manajemen pemerintahan dan pembangunan di Indonesia. Politik pemerintahan yang sebelumnya berbobot sentralistis menjadi terdesentralisasi, demikian halnya dalam masalah pembangunan. “Kue” pembangunan yang sebelumnya lebih banyak dirasakan di sebagai Ibu Kota negara dan pusat pemerintahan, belakangan makin menetes ke daerah. Kondisi ini, secara politik maupun realitas empirik telah pula mengurangi rasa ketidakpuasan dari banyak daerah di Indonesia.Dalam banyak kasus dan peristiwa, lahirnya ke dua Undang-undang tersebut disikapi secara bergairah oleh lapisan masyarakat dan pemegang tampuk pemerintahan di daerah.Hal ini melahirkan suatu atmospire kompetitif kepada setiap daerah baik itu dari segi ekonomi, keamanan, pendidikan ataupun budaya. Setiap daerah berlomba-lomba untuk memajukan daerahnya.
Di sektor publik, diakui atau tidak, dengan penerapan otonomi daerah dan semakin nyata serta meluasnya trend globalisasi saat ini, daerah pun harus saling berebut satu sama lain dalam hal:
- Perhatian (attention)
- Pengaruh (influence)
- Pasar (market)
- Tujuan Bisnis & Investasi (business & investment destination)
- Turis (tourist)
- Tempat tinggal penduduk (residents)
- Orang-orang berbakat (talents), dan
- Pelaksanaan kegiatan (events)
Oleh karena itu sebuah daerah membutuhkan Brand yang kuat. Secara definisi, City Brand adalah indentitas, symbol, logo, atau merk yang melekat pada suatu daerah. Sebuah pemda harus membangun Brand (brand building) untuk daerahnya, tentu yang sesuai dengan potensi maupun positioning yang menjadi target daerah tersebut.
Proces Brand Building |
Banyak keuntungan yang akan diperoleh jika suatu daerah melakukan City Branding, antara lain:
1. Daerah tersebut dikenal luas (high awareness), disertai dengan persepsi yang baik
2. Dianggap sesuai untuk tujuan-tujuan khusus (specific purposes)
3. Dianggap tepat untuk tempat investasi, tujuan wisata, tujuan tempat tinggal, dan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan (events)
4. Dipersepsikan sebagai tempat dengan kemakmuran dan keamanan yang tinggi
1. Daerah tersebut dikenal luas (high awareness), disertai dengan persepsi yang baik
2. Dianggap sesuai untuk tujuan-tujuan khusus (specific purposes)
3. Dianggap tepat untuk tempat investasi, tujuan wisata, tujuan tempat tinggal, dan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan (events)
4. Dipersepsikan sebagai tempat dengan kemakmuran dan keamanan yang tinggi
LANGKAH-LANGKAH MEMBUAT CITY BRANDING YANG KUAT
Brand atau merk yang legendaris dan mampu bertahun puluhan bahkan ratusan tahun, tidak muncul begitu saja. Tetapi mereka melakukan langkah-langkah yang terencana, jelas, dan berbeda dengan para pesaingnya.
Demikian juga agar mempunyai Brand yang kuat, sebuah daerah harus memiliki karakteristik khusus yang bisa dijelaskan dan diidentifikasikan. Misalnya tampak fisik kota, pengalaman orang terhadap daerah tersebut, dan penduduk seperti apa yang tinggal di daerah tersebut.
Langkah-langkah utama dalam membangun City Branding yang kuat adalah sebagai berikut:
Brand atau merk yang legendaris dan mampu bertahun puluhan bahkan ratusan tahun, tidak muncul begitu saja. Tetapi mereka melakukan langkah-langkah yang terencana, jelas, dan berbeda dengan para pesaingnya.
Demikian juga agar mempunyai Brand yang kuat, sebuah daerah harus memiliki karakteristik khusus yang bisa dijelaskan dan diidentifikasikan. Misalnya tampak fisik kota, pengalaman orang terhadap daerah tersebut, dan penduduk seperti apa yang tinggal di daerah tersebut.
Langkah-langkah utama dalam membangun City Branding yang kuat adalah sebagai berikut:
Tahapan |
Mapping Survey; meliputi survey persepsi dan ekspektasi tentang suatu daerah baik dari masyarakat daerah itu sendiri maupun pihak-pihak luar yang mempunyai keterkaitan dengan daerah itu.
Competitive Analysis; melakukan analisis daya saing baik di level makro maupun mikro daerah itu sendiri.
Blueprint; penyusunan cetak biru atau grand design daerah yang diinginkan, baik logo, semboyan, ”nick names”, ”tag line”, da lain sebagainya beserta strategi branding dan strategi komunikasinya.
Implementation; pelaksanaan grand design dalam berbagai bentuk media, seperti pembuatan media center, pembuatan events, iklan, dan lain sebagainya.
Sehubungan dengan apa yang terjadi di kabupaten Purwakarta mengenai pembentukan kebijakan- kebijakan yang bisa dikatakan di luar arus mainstream kebijakan daerah lainnya, dan cukup mengambil perhatian dari banyak khalayak ramai baik itu masyarakat, budayawan, pemuka agama ataupun LSM katakan lah kebijakan pembuatan patung di beberapa titik kota, Penggunaan Pakai hitam- hitam (kampret) dalam setiap acara masyarakat cukup membawa kontropersi terhadap budayawan maupun pemuka agama setempat. Apakah semua itu dilakukan semata untuk menciptakan City Branding? Saya rasa banyak dari masyarakat Purwakarta tak mengerti atas jalan pikiran bupati Purwakarta sehingga terdapat beberapa/sekelompok masyarakat yang menolak atau antipati terhadap kebijakan tersebut sebuah sosialisasi akan masterplan pembangunan dirasa sangat di butuhkan untuk menumbuhkan rasa kepedulian dan rasa ikut memiliki dan membangun daerah nya, toh masyarakat mana yang tak mau daerahnya sendiri maju berkembang.
Dengan Artikel ini, Semoga memberi wawasan kepada masyarakat purwakarta bahwa segala upaya atau kebijakan yg selama ini di menjadi kontropersi merupakan sebuah bentuk upaya yang dilakukan bapak Bupati untuk menciptakan City Brand namun mungkin kurangnya sosialisasi terhadap masterplan pembangunan terhadap masyarakat yang kurang yang menyebabkan banyaknya pergolakan penolokan akan kebijakan- kebijakan yang agak aneh dan nyeleneh tersebut. Sebuah program atau masterplans pembangunan suatu daerah dapat berhasil jika sebuah komunikasi sosial yang di ciptakan strakeholder dapat di mengerti oleh masyarakat.
Pustaka
https://en.wikipedia.org/wiki/City_branding Availabe on October 28,2013
http://www.otonomidaerah.net/2009/10/city-branding-untuk-pemda-perlukah.html Availabe on October 28,2013
Artikel : Otonomi Daerah dan Kebijakan Publik (Implementasi Kerja Sama Internasional) Dr. H. Obsatar Sinaga, Penerbit : UNPAD